http://www.youtube.com/watch?v=2oAwlDt34hA
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT karena pada malam ini sekali lagi Dia memilih kita untuk sama-sama berada dalam satu majelis, (yaitu) majelis pengajian kitab Ihya '' Ulumiddin atau versi singkatnya - kitab Bimbingan Mu'minin.
Pertamanya kita lihat, apakah kelebihan-kelebihan datang ke majelis ilmu sebagaimana yang ditulis dalam kitab Ihya '' Ulumiddin ini?
Dalam satu hadits riwayat Imam Muslim, kata Nabi Muhammad, artinya: "Barangsiapa melalui suatu jalan untuk menuntut ilmu, maka dianugerahkan Allah kepadanya jalan ke surga."
Berdasarkan hadits ini nampaknya para hadirin yang datang pada malam ini insyaAllah dipermudahkan jalan ke surga, karena ini memang janji Nabi Muhammad, memang janji Allah.
Selanjutnya dalam hadits riwayat Imam Ahmad, Ibnu Hibban dan Al-Hakim, yang juga dikutip dari kitab Bimbingan Mu'minin ini: "Sesungguhnya malaikat itu membentangkan sayapnya kepada penuntut ilmu, mereka rela akan usahanya itu."
Jadi sebenarnya kita sekarang sedang berada di bawah naungan sayap para malaikat, cuma kita tidak nampak saja. Kalau kita nampak mungkin kita lari, karena hebatnya rupa malaikat-malaikat ini. Bagus tidak nampak. Maka kita kena faham, kita sekarang sedang berada di bawah naungan sayap para malaikat, yang mana malaikat-malaikat tadi dalam kesukaan suka, kerana kita datang ke majlis ilmu.
Hadits ketiga, yang dikutip dari kitab ini juga, hadits riwayat Imam Ibnu Hibban dan Ibnu Abdul Birri: "Satu bab dari ilmu yang dipelajari seseorang, adalah lebih baik baginya dari dunia dan isinya."
Itu baru satu bab. Sepanjang kita belajar kitab ini nanti tak tahulah berapa banyak bab ilmu. Satu bab ilmu saja pun sudah lebih baik dari dunia dan isinya di sisi Allah SWT. Cuma kita dapat melihatnya.
Dan hadits yang keempat, yang dikutip dari kitab Ihya 'ini juga, maksudnya: "Bahwa sesungguhnya engkau berjalan pergi mempelajari satu bab dari ilmu, adalah lebih baik dari engkau melakukan shalat 100 rakaat."
Kita datang ke sini, lebihnya itu mengalahkan orang yang duduk di rumah yang shalat sunat 100 rakaat. Kita memang tidak mampu hendak shalat sunat 100 rakaat, tapi datang saja ke majelis ilmu, dapat lebih lagi dari shalat sunat 100 rakaat.
Begitulah antara kelebihan-kelebihan orang yang datang ke majelis ilmu sebagaimana yang termaktub dalam kitab Ihya '' Ulumiddin. Yang pertama tadi, dimudahkan oleh Allah SWT jalan kita ke surga. Yang keduanya, para malaikat rela dengan kita dan mereka membentangkan sayapnya. Selain itu, dari hadits-hadits lain dikatakan para malaikat ini sebenarnya selalu memohonkan doa agar kita yang berada dalam majelis ini diampuni dosa-dosa kita. Yang ketiganya, satu bab dari ilmu yang kita belajar adalah lebih baik dari dunia dan isinya. Dan yang keempat, kita datang ke sini belajar satu bab dari ilmu, lebih baik dari melakukan shalat sunat 100 rakaat. Jadi tidak perlu susah-susah shalat sunat 100 rakaat, cukup dengan datang ke majelis ilmu.
Hadirin yang dirahmati Allah sekelian,
Begitulah tadi beberapa hadits yang kita petik dari kitab Ihya '' Ulumiddin, atau singkatnya (yaitu) Bimbingan Mu'minin.
Sebelum kita pergi lebih jauh, saya ingin mengulangi sedikit pelajaran dalam kuliah yang lalu. Antara isinya, kita telah melihat maksud nama kitab Ihya '' Ulumiddin ini. Kitab ini maksud namanya adalah Menghidupkan Ilmu-ilmu Agama. Kemudian kita sudah melihat nama lengkap Imam al-Ghazali. Namanya berulang-ulang. Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad al-Ghazali. Begitu namanya. Kemudian kita sudah melihat beberapa banyak kita-kitab yang dikarang oleh tuan syeikh kita ini. Kita tidak (ulang) sebutlah kali ini.
Selanjutnya kita juga mendengar kisah salah seorang murid kepada Imam al-Ghazali, namanya Muhammad bin Tumart. Suatu ketika, ada sebuah kerajaan mengharamkan kitab Imam al-Ghazali dan memerintahkan bakar jika menemukan kitab ini. Bila cerita ini sampai ke telinga Imam al-Ghazali, Imam al-Ghazali dengan pandangan kasyafnya dia berkata (sekedar contoh): "Pemerintah itu akan dikoyak sebagaimana mereka merobek kitabku." Kebetulan muridnya yang bernama Muhammad bin Tumart ini berada di situ. Muridnya berkata (sekedar contoh): "Doakanlah agar negeri mereka itu robek ditangan aku." Dan memang benar, pemerintah yang anti dengan kitab Ihya '' Ulumiddin ini telah dijatuhkan oleh satu kelompok pejuang yang dipimpin oleh Muhammad bin Tumart. Begitulah ringkasnya.
Kemudian kita melihat dengan agak panjang lebar juga sejarah Imam al-Ghazali, dari dia kecil sampailah dia meninggal. Dan yang penting di sini (adalah) doa ayahnya. Ayahnya berdoa kepada Tuhan agar dikaruniakan anak-anak yang saleh, yang bakal jadi ulama. Jadi kita pun harus berdoa begitu. Doakan agar anak ini (jadi) saleh berada pada tingkat teratas sekali dibandingkan doa yang lain-lain. Panjanglah cerita Imam Al-Gahzali ini, kita tidak (ulang) cerita lagi di sini.
Maka pada dasarnya, sepanjang hidup Imam Al-Ghazali, dia menghabiskan waktunya dengan berdakwah dan belajar, dan bepergian. Semuanya karena ilmu, karena agama. Memang sesuailah. Sebab apa? Dalam banyak-banyak nikmat di dunia ini, ringkasnya semua nikmat bisa kita kecap di akhirat. Di dunia kita minum, di akhirat kita bisa minum. Di dunia kita ada istri, di akhirat pun kita ada istri. Di dunia kita ada kebun-kebun, di akhirat pun kita ada kebun-kebun.
Tapi nikmat berjuang? Di akhirat tidak ada. Nikmat berjuang ada di dunia saja. Begitu juga dengan nikmat repot. Nikmat berkorban karena Allah, ada di dunia saja. Inilah yang kita akan rebut. Masuk surga nanti, nikmat berjuang tidak ada, nikmat repot (dan) letih karena memperjuangkan Allah tidak ada, nikmat berkorban karena agama Allah pun tidak ada.
Sebab itu sebagaimana yang kita faham, orang-orang yang mati syahid kalau diizinkan dia minta diberi nyawa semula, dan dia ingin berjuang dan mati syahid lagi. Masuk ke syurga sudah pasti. Mati syahid, mati karena berperang di jalan Allah. Tapi kalau diizinkan, dia akan mohon untuk hidup (balik) ke dunia, minta mati syahid lagi. Kemudian sudah mati, minta hidup lagi, minta mati syahid lagi.
Mengapa begitu? Apakah surga itu tidak cukup nikmat? Sudah sangat-sangat nikmat, tapi di surga sana tidak ada nikmat berjuang. Sebab itu para pejuang memilih untuk berkorban di dunia. Di dunia inilah nikmat berjuang, nikmat repot, nikmat berkorban karena Allah dan Rasul-Nya.