KEUTAMAAN MENGAJAR
Ayat-ayat yang menerangkan keutamaan mengajar, iaitu firman Allah ‘Azza wa Jalla :
“Supaya mereka dapat memberikan peringatan kepada kaumnya apabila telah kembali kepada mereka. Mudah-mudahan mereka berhati-hati.” (At-Taubah : 122)
Yang dimaksudkan (dalam ayat di atas) ialah mengajar dan memberi petunjuk.
Dan firman Allah Ta’ala :
“Tatkala telah diambil oleh Allah akan janji dari mereka yang diberikan kitab supaya diterangkannya kepada manusia dan tidak disembunyikannya.” (Ali ‘Imran : 187)
Hal ini membuktikan kewajipan mengajar.
Dan firman Allah Ta’ala :
“Sesungguhnya satu golongan dari mereka menyembunyikan kebenaran sedangkan mereka itu mengetahuinya.” (Al-Baqarah : 146)
Ini menunjukkan haramnya menyembunyikan ilmu, seperti firmanNya tentang menjadi saksi:
“Dan barangsiapa menyembunyikan kesaksian (enggan menjadi saksi) maka berdosalah hatinya.” (Al-Baqarah : 283)
Nabi saw bersabda :
“Tidak diberikan oleh Allah kepada seseorang yang berilmu akan ilmu, melainkan telah diambil-Nya janji sebagaimana yang diambil-Nya kepada nabi-nabi, bahawa mereka (nabi-nabi) akan menerangkan ilmu itu kepada manusia dan tidak akan menyembunyikannya.” (Abu Na’im)
Dan firman Allah SWT :
“Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, dan dia melakukan amalan yang soleh?” (Haa Mim as-Sajjadah : 33)
Berfirman Allah Ta’ala :
“Serulah ke jalan Tuhanmu dengan bijaksana dan pengajaran yang baik.” (An-Nahl : 125)
Allah Ta’ala berfirman :
“Diajari-Nya mereka akan kitab dan kebijaksanaan.” (Al-Baqarah : 129)
Adapun hadith yang menerangkan keutamaan mengajar iaitu sabda Nabi saw kepada Mu’az ketika diutusnya ke Yaman :
“Bahawasanya dengan sebab engkau (maka) diberi petunjuk oleh Allah akan seseorang, adalah lebih baik bagimu daripada dunia dan isinya.” (Ahmad)
Nabi saw bersabda :
“Barangsiapa mempelajari satu bab daripada ilmu untuk diajarkannya kepada manusia, maka dia diberikan pahala 70 orang siddiq.” (Ad-Dailami, dengan sanad dhaif)
Nabi Isa as bersabda :
“Barangsiapa berilmu dan beramal serta mengajar, maka orang itu disebut “orang besar” di segenap petala langit.”
Nabi saw bersabda :
“Apabila datang hari kiamat nanti, maka Allah SWT berfirman kepada orang ‘abid dan orang berjihad : “Masuklah ke dalam syurga.”
Maka berkata berkata para ‘ulama : “Dengan kelebihan ilmu kamilah mereka beribadah dan berjihad.”
Maka berfirman Allah ‘Azza wa Jalla : “Kamu di sisiKu seperti sebahagian malaikat-Ku. Berbuatlah syafaat, nescaya kamu mendapat syafaat.”
Lalu mereka berbuat syafaat. Kemudian mereka pun masuk syurga.”
Dan ini sesungguhnya adalah dengan ilmu yang berkembang dengan memberi pengajaran. Tidak ada ilmu yang beku, (atau) yang tidak berkembang.
Nabi saw bersabda :
“Bahawasanya Allah ‘Azza wa Jalla tidak mencabut ilmu dari manusia yang telah dianugerahi-Nya, tetapi ilmu itu pergi dengan perginya (matinya) para ilmuwan. Setiap kali pergi seorang ahli ilmu, maka pergilan ilmunya bersama-sama. Sehingga tidak ada yang tinggal lagi selain daripada ketua-ketua yang bodoh. Jika ditanya, lalu (mereka) memberi fatwa dengan tidak ada ilmu. Maka sesatlah mereka dan menyesatkan orang lain pula.” (Bukhari, Muslim)
Rasulullah saw bersabda :
“Barangsiapa mengetahui sesuatu ilmu lalu menyembunyikannya, maka dia (akan) dikenakan kekang oleh Allah dengan kekang api neraka pada hari kiamat.” ( Abu Dawud, Turmizi)
Nabi saw bersabda :
“Sebaik-baik pemberian dan hadiah ialah kata-kata berhikmah. Engkau dengar lalu engkau simpan baik-baik. Kemudian engkau bawakan (katakan) kepada saudaramu yang muslim, engkau ajari dia. Perbuatan sebegitu menyamai ibadah setahun.” (Thabrani, isnad dhaif)
Nabi saw bersabda :
“Dunia itu terkutuk bersama isinya, selain berzikir kepada Allah SWT, dan apa yang disukai Allah, atau menjadi pengajar, atau pelajar.” (Turmizi, Ibnu Majah)
Nabi saw bersabda :
“Bahawasanya Allah SWT, para malaikat-Nya, isi langit dan bumi-Nya, sampai kepada semut di alam lubang dan ikan di dalam laut, semuanya mendoakan kebajikan kepada orang yang mengajar manusia.” (Turmizi)
Nabi saw bersabda :
“Tidaklah seorang muslim memberi manfaat kepada saudaranya yang lebih utama daripada pembicaraan yang baik, yang sampai kepadanya lalu disampaikannya kepada saudaranya itu.” (Ibnu Abdil Birri, hadith mursal)
Nabi saw bersabda :
“Sepatah perkataan kebajikan yang didengar oleh orang mukmin, lalu diajar dan diamalkannya, adalah lebih baik bagainya daripada ibadah setahun.” (Ibnul Mubarak, hadith mursal)
Pada suatu hari Rasulullah keluar berjalan-jalan lalu terlihat dua majlis. Yang pertama, mereka itu berdoa kepada Allah dan ingin kepada-Nya hati. Yang kedua, mengajarkan manusia. Maka bersabda Nabi saw :
“Adapun mereka itu bermohon kepada Allah Ta’ala. Jika dikehendaki-Nya maka dikabulkan-Nya. Jika tidak dikehendaki-Nya maka ditolak-Nya. Sedangkan mereka yang di majlis satu lagi mengajarkan manusia, dan aku ini diutuskan untuk mengajar.”
Kemudian Nabi menoleh ke majlis orang mengajar lalu duduk bersama-sama mereka.” (Ibnu Majah, sanad dhaif)
Nabi saw bersabda :
“Ibaratnya aku diutuskan oleh Allah dengan petunjuk dan ilmu, adalah seumpama hujan lebat yang menyirami bumi. Antaranya ada sepotong tanah yang menerima air hujan itu lalu menumbuhkan banyak rumput dan lalang. Di antaranya ada yang dapat membendung air itulalu dimanfaatkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla kepada manusia. Maka mereka minum, menyiram dan bercucuk-tanam. Dan ada sebahagian tempat yang rata, yang tidak membendung air dan tidak menumbuhkan rumput.” (Bukhari, Muslim)
Contoh pertama disebutnya adalah sebagai tamsil teladan bagi orang yang mendapat faedah dengan ilmunya. Contoh kedua disebutnya bagi orang yang dapat memanfaatkannya. Dan contoh ketiga adalah bagi orang yang tidak memperoleh apa-apa dari yang dua itu.
Nabi saw bersabda :
“Apabila mati anak Adam, putuslah amal perbuatannya selain daripada 3 perkara..... (salah satunya) ilmu yang dimanfaatkan.” (Muslim)
Nabi saw bersabda :
“Menunjukkan kepada kebajikan, adalah seperti mengajarkannya.” (Turmizi)
Nabi saw bersabda :
“Tidak boleh berasa iri hati selain kepada dua : orang yang dianugerahi Allah Ta’ala ilmu, maka ditegakkannya keadilan dengan ilmunya dan diajarkannya manusia, dan orang yang diberikan harta oleh Allah Ta’ala, maka digunakannya pada jalan kebajikan.” (Bukhari, Muslim)
Nabi saw bersabda :
“Rahmat Allah kepada khalifah-khalifahku.”
Siapa khalifahmu?” tanya orang.
Nabi saw menjawab : “Mereka yang menghidupkan sunnahku dan mengajarkannya kepada hamba Allah.” (Ibnu Abdil Barr, hadith mursal)
Menurut atsar, berkata Umar ra : “Barangsiapa menceritakan sesuatu hadith, lalu diamalkan orang (isi hadith itu), maka baginya pahala sebagaimana pahala yang diperolehi orang yang mengamalkannya.”
Berkata Ibnu Abbas ra : “Orang yang mengajarkan kebajikan kepada orang ramai, nescaya diminta ampun dosanya oleh segala sesuatu hatta ikan di dalam laut.”
Berkata sesetengah ulama : “ Orang berilmu itu masuk antara Allah dan makhluk-Nya. Maka hendaklah ia memerhatikan, bagaimana ia masuk.”
Diriwayatkan bahawa Sufyan ath-Thauri datang ke ‘Askalan, lalu dia berhenti pada suatu tempat dan tiada orang yang bertanyakan halnya. Maka katanya : “Koreklah tanah untukku supaya aku keluar dari negeri ini. Inilah negeri yang mati padanya ilmu.”
Dia mengatakan begitu kerana ingin menerangkan keutamaan mengajar dan kekekalan ilmu dengan adanya pengajaran.”
Berkata ‘Atha’ : “Aku masuk ke tempat Said bin Al-Musayyab, dan dia sedang menangis. Lalu aku bertanya : “Apakah yang menyebabkan engkau menangis?” Dia menjawab : “Kerana tidak ada orang bertanyakan sesuatu kepadaku.”
Berkata sebahagian mereka : “Ulama itu lampu segala masa. Masing-masing ulama itu menjadi lampu pada zamannya. Orang-orang yang sezaman dengannya dapat memperolehi nur darinya.”
Berkata Al-Hassan ra : “Kalau tidak adalah orang berilmu, nescaya jadilah manusia itu seperti haiwan. Ertinya, dengan mengajar, para ahli ilmu itu mengeluarkan manusia daripada batas kehaiwanan kepada batas kemanusiaan.”
Berkata ‘Akramah : “ Sesungguhnya ilmu itu mempunyai harga.”
Lalu orang tanyakan : “Apakah harganya?”
Jawab ‘Akramah : “Bahwa engkau letakkan (ilmu itu) pada orang yang baik untuk membawanya dan tidka menyia-nyiakannya.”
Yahya bin Mu’az berkata : “Ulama itu lebih mencintai umat Nabi Muhammad saw daripada bapa dan ibu mereka sendiri.”
Lalu orang bertanyakan : “Bagaimana jadi begitu?”
Yahya menjawab : “Kerana bapa dan ibu mereka memeliharanya daripada neraka dunia, sedangkan para ulama memeliharanya daripada neraka akhirat.”
Orang mengatakan : “Permulaan ilmu itu berdiam diri, kemudian mendengar, kemudian menghafal, kemudian mengerjakan dan kemudian menyebarkannya.”
Ada orang mengatakan : “Ajarkan ilmumu kepada orang yang bodoh. Dan belajarlah dari orang yang berilmu akan apa yang engkau tidak tahu. Apabila engkau berbuat begitu, maka engkau akan mengetahui apa yang tidak engkau ketahui, dan engkau menghafal apa yang sudah engkau ketahui.”
Mu’az bin Jabal berkata tentang belajar dan mengajar, dan aku (Al-Ghazali) berpendapat bahawa perkataan ini juga adalah hadith marfu’ : “Pelajarilah ilmu! Maka mempelajarinya kerana Allah itu taqwa. Menuntutnya itu ibadah. Mengulang-ulanginya itu tasbih. Membahaskannya itu jihad. Mengajarkan orang yang tidak tahu itu sedekah. Memberikannya kepada ahlinya itu mendekatkan diri kepada Tuhan. Ilmu itu teman kala sendirian dan sahabat kala kesepian, penunjuk jalan kepada agama, pemberi nasihat kesabaran kala suka dan duka, seorang menteri di tengah-tengah teman sejawat, seorang ahli keluarga di tengah-tengah orang asing, dan sinar jalan ke syurga. Dengan ilmu, diangkat oleh Allah beberapa kaum lalu dijadikan-Nya mereka pemimpin, penghulu dan penunjuk jalan kepada kebajikan. Diambil orang menjadi ikutan dan penunjuk jalan kepada kebajikan. Jejak mereka diikuti, perbuatan mereka diperhatikan, Malaikat suka akan tingkah laku mereka. Disapunya mereka dengan sayapnya. Seluruh yang basah dan yang kering meminta ampun akan dosa mereka, hatta ikan dan binatang laut, binatang buasa dan binatang jinak di darat, langit dan bintang-bintangnya.” (Ibnu Hibban, Ibnu Abdil Barr. Sanadnya tidak kuat)
Kerana ilmu itu menghidupkan hati daripada kebutaan, sinar penglihatan daripada kezaliman dan tenaga tubuh daripada kelemahan. Dengan ilmu, hamba Allah itu sampai ke tempat orang baik-baik dan darjat yang tinggi. Memikirkan ilmu seimbang dengan berpuasa. Mengulang-ulanginya seimbang dengan mengerjakan solat. Dengan ilmu, orang taat kepada Allah ‘Azza wa Jalla, beribadah, berjanji, bertauhid, menjadi mulia, menjawi wara’, menyambung silaturrahim dan mengetahui halal haram. Ilmu itu imam, dan amal itu pengikutnya. Diilhamkan ilmu kepada orang-orang yang berbahagia dan diharamkan kepada orang-orang yang celaka.
Kita bermohon kepada Allah taufik yang baik.