15.6.11

Teks Syarah Ihya' 4 (Indonesia)


http://www.youtube.com/watch?v=th9xMEIqk2g

Kata Imam Haramain yaitu tok gurunya Imam al-Ghazali, Imam al-Ghazali ini "Samudera tak bertepi". Imam Ghazali ini ilmunya seolah-olah lautan tak bertepi, luas bangat ilmunya. Ini pengakuan tok gurunya sendiri. Tok gurunya kata (* sekedar memerankan): "Anak muridku yang bernama Ghazali ini, ilmunya seolah-olah laut tidak ada tepi." Sebegitu hebat. Tok gurunya sendiri mengiktiraf, menunjukkan Imam Ghazali ini memang jagoan dalam urusan agama ini.

Karena dia begitu pintar dalam ilmu agama, PM (Perdana Menteri) pun terpikat dengannya.
Perdana Menteri menjemputnya ke istana, mengajar. Setiap dua minggu, sekali Imam Ghazali mengajar di istana. Habislah petugas yang lain pun semuanya ikut mendengar, selama lima tahun. Kemudian dia dijulang lagi, diangkat pula menjawat Kepala Universitas Baghdad. Zaman itu, Baghdad di Irak adalah pusat pemerintahan daulah Islam. Dia diangkat jadi kepala di sana.

Khalifah ketika itu bernama Khalifah Muqtadi. Dia mengirim utusannya yaitu permaisuri Raja Malik Syah dari Dinasti Saljuk, yang bernama Terkanu Khatun. Dia mengutus seorang ratu berurusan dengan Imam Ghazali. Bersemuka .. bersoal-jawab ... jadi khalifah pun terpikat, khalifah pun sangat-sangat mendukung Imam al-Ghazali. Maka Imam Ghazali mendapat pendukung yang kuat. Sejak itu dia semakin terkenal.

Lama-kelamaan, bila kita berada di puncak, suatu ketika kita terkena ujian juga. Suatu ketika kita jatuh juga, terhenyak juga seketika. Begitulah yang terjadi kepada Imam al-Ghazali. Pada tahun 485 H, Raja Malik Syah meninggal. Dia pendukung Imam Ghazali. Kemudian Perdana Menteri pula tewas dibunuh. Kemudian Khalifah Muqtadi, khalifah yang suka akan Imam Ghazali meninggal dunia. Jadi, tiga orang pendukung kuatnya meninggal, menyebabkan Imam Ghazali 'jatuh' sedikit. Sebab (* setelah itu) orang lain naik, pemerintah lain naik, tidak serupa tindakannya sama pemerintah yang sebelumnya. Jatuhlah sikit. Jadi, ini zaman ujian. Sedang menaik, naik, naik ... zoom ... jatuh menjunam sekali. Tapi setelah itu naik balik.

Imam al-Ghazali pun bersedih, karena pendukung utamanya sudah meninggal. Serupa kes yang terjadi ke atas Nabi Muhammad. Di tengah-tengah dakwah Islam baru naik di Mekah, meninggal pamannya. Setelah paman meninggal, meninggal pula istrinya. Jadi, (* tahun itu) tahun kesedihan. Sebab itu salah satu punca Tuhan mengambil Nabi Muhammad dibawa bermusafir ke langit - Israk 'Mi'raj, karena Nabi Muhammad sedih bangat.

Maka setelah puluhan tahun hidup dalam kemewahan, jadi orang besar, mengajar di istana, tulis buku dan sebagainya, saat umurnya hampir sampai setengah abad, datang satu tekanan dalam hidupnya. Tekanan karena masalah agama, (* yang membuatkan) dia asyik berpikir. Datang tekanan dalam hidupnya, dia tidak jumpa solusinya dan dia jatuh sakit selama enam bulan.

Setelah itu dia katanya (* sekedar memerankan): "Tak bias berterusan begini". Dia meninggalkan jabatannya, dia pergi mengembara. Dia tinggalkan uang dan keperluan yang mencukupi untuk anak istri, tinggalkan pesantrennya, dia suruh adiknya mengelola pesantren, lalu dia bepergian selama 10 tahun. Selama 10 tahun dia tinggalkan keluarga. Dia mengembara, beruzlah, menulis kitab dan sebagainya.

Karena apa? Dia melihat, kalau dia terus hidup seperti itu, apa yang dapat dia bina buat dirinya dan umat Islam sekedar itu saja, macam ulama-ulama biasa. Dia ingin buat sesuatu yang lebih lumayan, tetapi dia tidak tahu bagaimana caranya. Maka dia mengembara. Banyak tempat dia pergi, beruzlah. Dalam uzlah itulah dia mendapat hasil-hasil, dapat ilham, dapat hasil penelitian dan dia tulis banyak kitab yang penting yang salah satunya adalah kitab Ihya '' Ulumiddin. Kalau dia tidak mengembara, mungkin tidak adalah kitab ini di tangan kita hari ini, kitab besarnya ini. Maka untung benar dia korbankan selama 10 tahun jauh dari keluarga pun, tapi dampaknya sampai sekarang, 900 tahun lebih, dia punya kesan, dia punya pendidikan menyebar pada orang Islam.

Dalam pengembarannya ini, dia pergi ke Syam (Suriah). Dia duduk di masjid, dalam menara masjid. Dia beruzlah di situ. Dia pergi ke Baitul Maqdis, Damsyiq @ Damascus. Dia pergi ke Mesir. Dia pergi buat haji (* di Makkah), pergi Madinah. Bila dia sudah puas, dia pulang ke kampung. Balik kampung, dia buka pesantrennya sendiri khususnya untuk orang-orang sufi. Dia mengajar di sana sehingalah dia meninggal.

Begitulah secara ringkasnya riwayat hidup Imam al-Ghazali, tuan kitab kita, kitab Ihya '' Ulumiddin ini.

Imam al-Ghazali ada empat orang anak. Satu orang anak lelaki, yang bernama Hamid. Sebab itu Imam al-Ghazali dikenal sebagai Abu Hamid. Anaknya bernama Hamid, tapi meninggal ketika kecil. Yang tinggal hanya anak perempuan tiga orang.

Hadirin yang dirahmati Allah sekelian,

Selanjutnya kita lihat aliran pemikiran Imam al-Ghazali. Dari segi tauhidnya Imam al-Gahzali berpegang dengan Mazhab Asya'irah, sama seperti kita. Dan dia juga berpegang dengan Mazhab kaum kasyaf, karena dia banyak membicarakan tentang urusan hakikat. Kalau dalam pelajaran Mazhab Asya'irah, ia tidak menyentuh persoalan hakikat (* sampai ke puncaknya). Tapi kalau dalam Mazhab Ahli kasyaf, ia sentuh hakikat (* sampai ke puncaknya). Contoh kitab-kitab di Nusantara ini @ kitab-kitab Alam Melayu yang membicarakan Mazhab Asya'irah adalah seperti kitab Durruth Thamin, kitab Faridatul faraid, kitab Aqidatun Najin ... Tapi kitab mazhab kasyaf adalah seperti Kasyful Asrar, kitab Durrun Nafis dan sebagainya.

Dari segi fiqhnya Imam al-Ghazali bermazhab Syafi'i. Benar-benar seperti kita. Kita juga bermazhab Asya'irah, kita juga bermazhab Syafi'i. Dari segi tasawufnya pula, dia berpegang dengan aliran tasawuf perdana. Dia tidak terikat dengan mana-mana tariqat (* khusus). Apa saja ajaran-ajaran yang dibawa oleh ulama tasawuf sebelumnya seperti Abu Thalib al-Makki, Junaid al-Baghdadi, Asy-Syibli, Abu Yazid al-Bustami dan lain-lain, yang itulah yang dipeganginya. Dan pegangan Imam Ghazali dalam tasawuf ini, di kemudian hari anak-anak muridnya menjadikan ia satu tariqat.

Ada satu komentar dari seorang ulama besar Nusantara ini yaitu Dr. Hamka @ Haji Abdul Malik Karim Amrullah. Meskipun Dr. Hamka RRT berpaham Kaum Muda, berjuang dalam Muhammadiyyah di Indonesia, tetapi dia puji kitab Imam al-Ghazali. Katanya: "Meskipun ada beberapa lagi karangan Al-Ghazali yang lain dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan Islam, namun yang menjadi intisari seluruh karangan beliau itu adalah kitab Ihya '' Ulumiddin."

Jadi kata Dr. Hamka, Imam al-Ghazali ini punya cukup banyak karangan, tapi semua intisari karangannya ini ada dimasukkan dalam Ihya '' Ulumiddin. Maka, jika kita belajar kitab Ihya '' Ulumiddin sehingga khatam, seolah-olah kita sudah membaca keseluruhan karya Imam al-Ghazali.