21.6.11

Teks Syarah Ihya' 7 (Indonesia)


http://www.youtube.com/watch?v=2oAwlDt34hA


Hadirin yang dirahmati Allah sekelian,

Sekarang kita pergi kepada kitab Ihya '' Ulumiddin kita ini, atau versi singkatnya kitab Bimbingan Mu'minin. Seawal-awal kitab ini ada dinyatakan: "Sesungguhnya hal yang demikian itu menjadi pengajaran bagi siapa yang memiliki hati."

Kita tengok ya. Pada permulaan kitab dia terus mengatakan begitu: "Sesungguhnya hal yang demikian itu menjadi pengajaran bagi siapa yang memiliki hati." Ini di awal kitab, bukan di akhir kitab. Seawal kitab dikatakan: "Apa-apa yang kita cerita tadi itu adalah pengajaran untuk orang-orang yang berakal."

Kenapa dia mulai kitab ini dengan cara begini? Ini yang kita berasa aneh, seolah-olah dia sudah bercerita panjang lebar.
Seharusnya ayat ini ditempatkan di belakang. Sudah habis dia mengulas semua, barulah kemudiannya dia mengatakan: "Sesungguhnya hal demikian itu jadi pelajaran ..." Ini tidak. Di awal kitab lagi dia terus bawa keluar ayat Al-Quran ini, dari surat Qaaf ayat 37. Hal ini ada rahasianya.

Sebenarnya Imam al-Ghazali tidak mau panjang-panjang cerita, dia terus pergi kepada ayat yang ke-37. Salah satu tujuannya adalah agar kita ambil tahu ayat pertama sampai ayat ke-36. Ada banyak pengajaran dan nasihat-nasihat yang bisa kita ambil dari ayat nomor 1 sampai 36, tapi tidak dimasukkan di sini (dalam kitab Ihya’ ini).

Jadi pada dasarnya ... saya tidaklah mentafsirkan semua 36 ayat itu ... secara ringkanya kita lihat dalam catatan (yang diedarkan kepada para pendengar kuliah) itu pengajaran pertama, di bagian kanan bawah. Di sanalah ringkasan Surah Qaaf sepintas lalu, saya ambil pengajarannya.

Pengajaran yang pertama dari Surah Qaaf ini, pelajarilah materi al-Quran dan berpeganglah padanya dengan penuh percaya, penuh yakin. Orang lain mengajukan hukum yang bagaimana seklaipun, kita tetap berpegang dengan hukum Quran. Tidak ada dolak-dalik lagi.

Yang kedua, kita kena percaya pada Hari Kebangkitan, yaitu Hari Akhirat. Setelah kita hidup ini kita akan mati, kemudian kita bakal hidup lagi. Karena hal ini pasti terjadi. Bila kita tahu ia pasti terjadi, kita seharusnyalah membuat persediaan. Persedian-persediaannya harus kita siapkan di dunia ini.

Pengajaran daripada Surah Qaaf yang ketiga, percayalah bahwa semua amal makhluk dan segala peristiwa dicatat oleh Tuhan sejak azali. Sebelum makhluk pertama diciptakan, ketika itu sudah 'berjalan' , sudah dicatat apa yang akan terjadi, apa yang sedang terjadi, sudah dicatat. Dalam Surah Qaaf itu ada diceritakan.

Yang keempat, Surah Qaaf juga meminta kita agar mempelajari hal langit dan bumi, dan isi di dalamnya, ambil pelajaran. Khususnya pelajaran untuk mendekatkan kita kepada Tuhan.

Yang kelima, Surah Qaaf minta kita jangan menurut perlakuan buruk kaum-kaum terdahulu, yang mana kaum-kaum ini dilaknat oleh Tuhan. Dalam Surah Qaaf itu ada diceritakan.

Dan yang keenam, percayalah, tempat terakhir kita yaitu surga atau neraka.

Inilah enam pengajaran utama dari surat Qaaf ayat 1 sampai ayat 36. Barulah pantas kita baca ayat ini: "Sesungguhnya hal yang demikian itu menjadi pengajaran bagi siapa yang memiliki hati." Yang enam pengajaran itu, sesiapa yang punya akal pikiran, hal-hal yang saya sebutkan tadi, dia akan ambil peduli. Itu maksudnya. Kalau tidak faham, pastinya kita akan merasa aneh, kenapa pada permulaan kitab ini, terus-terus saja dia masukkan ayat yang seolah-olah dia sudah menceritakan uraiannya.

Begitulah ... dalam kitab Ihya 'ini ada banyak rahasia, kita bongkarlah satu-persatu insyaAllah. Cuma satu yang dikesali, Imam Al-Ghazali ada menulis sebuah kitab tafsir Al-Quran, setengah pendapat mengatakan terdiri daripada 40 jilid., Kalau ada kitab tafsir itu, bisa kita tafsirkan daripada ayat pertama sampai ayat ke-36. Tapi sayangnya ketika Baghdad, Irak diserang oleh orang-orang Monggol, tentara Ya'juj Ma'juj ini menyerang, menghancurkan kota itu, cukup banyak orang yang mati dan buku-buku ini mereka buang ke dalam sungai. Sampaikan sungai di Baghdad itu jadi hitam airnya dengan tinta buku-buku itu. Di situlah kerugian kita. Banyak buku dilempar ke dalam sungai dan mungkin juga ketika itulah hilangnya tafsir Al-Quran yang disusun oleh Imam Al-Ghazali, yang sebanyak 40 jilid itu.

Seandainya kita ada kitab itu sekarang, enak benarlah kita tafsirkan ayat 1 sampai ayat 36 Surah Qaaf. Sayangnya tidak ada. Tapi tidak mengapalah, kita ambillah pelajarannya yang tadi (yaitu) - belajar materi Al-Quran, berpegang pada Al-Quran sungguh-sungguh, percaya adanya Hari Kebangkitan, percaya bahwa kita punya amal semua sudah dicatat, kemudian kita kajilah langit dan bumi, ambil pelajaran dari alam di sekeliling kita , jangan kita ikut contoh kaum-kaum terdahulu yang dimusnahkan oleh Tuhan, dan akhirnya kita percaya surga dan neraka itu ada, dan di sanalah tempat terakhir kita. Itulah pengajaran dari Surah Qaaf.



Bismillahirrahmanirrahim. Ini kata Imam Al-Ghazali.

"Pertama-tama aku memuji Allah, pujian yang banyak, berturut-turut meskipun sangat kecil pujian pemuji-pemuji itu, kurang dari hak keagungan-Nya."

Pertama "Alahamdulillah", sebagaimana yang kita petik dari kitab Sirajul Huda karya Syeikh Muhammad Zainuddin as-Sambawi. Alhamdu ... puji ini ada empat bagian puji. Yang kita selalu katakan "Alhamdulillah", "Alhamdu" ini ada empat jenis puji. Menurut kita Sirajul Huda: "Alhamdu itu puji dengan kata pada perbuatan yang elok yang dibangsakan untuk ikhtiar, maka yaitu empat bagian."

Di dalam alam ini ada empat jenis puji:

1. Yang pertama, Qadim puji Qadim. Maksudnya Tuhan puji DiriNya sendiri.

2. Yang kedua, Qadim puji baru. Maksudnya Tuhan memuji makhluk.

3. Yang ketiga, baru puji Qadim. Maksudnya makhluk puji Tuhan.

4. Dan yang keempat, baru puji baru. Makhluk puji sama-sama makhluk.

Misalnya Tuhan puji diri-Nya sendiri, sebagaimana yang termaktub dalam Al-Quran: "Hai Musa, sesungguhnya Akulah Allah, Tuhan sekelian alam." Tuhan memuji DiriNya sendiri. Tuhan mengatakan, Aku ini Penjaga, Tuhan sekelian alam. Tuhan puji DiriNya sendiri = Qadim puji Qadim. Khaliq puji Khaliq. Khaliq ini Pencipta, kalau makhluq - yang dicipta-Nya. Itu contoh yang pertama.

Contoh yang kedua, Qadim puji baharu. Tuhan puji makhluk. Misalnya dalam surat Al-Anbiya 'ayat 80: "Dan (Nabi) Ismail, Idris dan Zulkifli. Semuanya itu dari kalangan orang-orang yang saleh. "Dia memuji makhluk ciptaan-Nya yaitu Nabi Ismail, Nabi Idris dan Nabi Zulkifli sebagai orang-orang yang saleh, orang baik-baik. Ini maksudnya Tuhan puji makhluk.

Bila Tuhan puji makhluk, pujian itu ke mana tujunyaa? Inilah ilmu tasawuf. Bila Tuhan puji makhluk, Dia kata Ismail itu baik, pujian itu pergi ke mana? Baik itu ke mana tujunya? Pada hakikatnya, baik itu tujunya ke Tuhan. Mengapa? Yang membikin Ismail jadi baik ini siapa? Tentunya Tuhan. Nabi Ismail suka menolong orang, berdakwah, dia tidak pikir benda-benda yang buruk-buruk ... semua itu Tuhan yang lakukan.